Ganti Judul dan ALt sendiri

Menyambung Langkah dan Harapan Penderita Diabetes dengan Kaki Palsu Ramah Lingkungan

Founder ykks dan karfa bali
I Made Aditiasthana dan istri, pasangan perawat sosial

"
Yang membuat kita bahagia itu adalah saat kita bisa membantu orang, berhasil, tapi kita sendiri lagi kesusahan. Itu sebuah kebahagiaan yang berbeda dengan saat saya membantu ketika saya kaya. Saat saya sendiri tidak punya, saat saya sendiri kelelahan, saat saya ditelpon oleh anak untuk jalan-jalan, tetapi saya lagi bantu orang dan orang itu bahagia. Saya rasa itu suatu kebahagiaan yang sangat susah sekali dapet gitu" (I Made Aditiasthana)
Bertahan dalam rasa sakit dan ketidakberdayaan merupakan kepahitan tak terperi bagi penyintas diabetes, terutama yang mengalami cacat karena amputasi kaki. Di tengah kehidupan kelam yang nyaris tanpa harapan itu, ada satu titik cahaya dari tangan tulus penuh kasih, yang memperjuangkan langkah kaki dan hidup mereka. Seorang perawat luka diabetes berasal dari pelosok Bali, I Made Aditiasthana, telah menjadi pahlawan bagi penderita diabetes di daerah Buleleng, Bali. Dan kini, kiprahnya semakin meluas ke seantero Nusantara.

Mimpi Pebisnis Luka Yang Banting Setir Mengikuti Panggilan Hati

Merawat luka terutama luka diabetes merupakan hal biasa bagi Adit, sapaan akrab I Made Aditiasthana. Setelah menyelesaikan pendidikan di program studi Keperawatan Universitas Udayana, dia tertarik untuk mendalami ilmu perawatan luka secara lebih intensif melalui program CWCCA (Certified Wound Care Clinician Associate) di Wocare Center. Ini merupakan program perawatan luka akut maupun kronis yang sudah terakreditasi Kementerian Kesehatan.

Luka diabetes (ulkus diabetik)  adalah luka terbuka yang sulit disembuhkan. Biasanya luka ini terjadi pada kaki, akibat komplikasi diabetes. Penyebabnya adalah kombinasi kerusakan saraf (Neuropati diabetik) yang membuat penderita tidak menyadari luka, serta gangguan sirkulasi darah akibat gula darah tinggi yang menghambat penyembuhan. Luka ini bisa memburuk dan bahkan berakhir pada amputasi jika tidak ditangani dengan tepat.

Bagi masyarakat, merawat luka diabetes keluarganya menjadi hal yang sulit dan mempengaruhi psikologis. Biasanya luka tersebut berbau, kotor, bernanah, bahkan kadang ada belatungnya, jadi terlihat menjijikkan. Tanpa ilmu dan keahlian khusus, membuat orang mudah menyerah saat menanganinya.

Menjadi seorang perawat luka diabetes, menjadi profesi yang cukup menjanjikan dari segi pendapatan. Dengan hitungan Adit yang kala itu sebagai seorang fresh graduate, biaya merawat luka pasien diabetes melalui layanan home care, bisa berkisar 300 hingga 400 ribu tiap kali kunjungan.

Sementara itu, luka karena diabetes memerlukan perawatan intensif dan berkesinambungan. Khusus merawat luka saja, perlu datang 2-3 hari sekali untuk membersihkan dan merawat lukanya agar terkontrol, tidak terkontaminasi, dan tidak menimbulkan infeksi. Jadi, apabila estimasi 15 kali kunjungan setiap bulan, hitungan kasarnya Adit akan mendapatkan honor paling sedikit 3 juta dari satu pasien saja. Dan perawatan luka satu pasien hingga sembuh berlangsung selama 2-3 bulan.

Sebuah peluang yang sangat menjanjikan dari sisi bisnis kesehatan. Apalagi jasa yang Adit tawarkan adalah "jasa bertahan dan memperbaiki hidup". Biasanya orang rela mengorbankan hartanya untuk mendapatkan kembali kesehatannya. Sebuah simbiosis mutualisme dengan tingkat kepuasan tinggi bagi pihak pasien maupun perawatnya.

Namun ternyata, mimpi Adit tidak berjalan sesuai harapannya. Ketika berencana menjadi perawat luka profesional itu dia tinggal di Denpasar yang notabene kota besar dan ibukota provinsi. Saat keadaan memaksanya kembali ke kampung halamannya di Buleleng, Adit dihadapkan pada kenyataan bahwa pasien-pasien luka diabetes di sana kebanyakan orang tidak mampu.

Saat merawat pasien dan berkunjung langsung ke rumah mereka, Adit mendapati banyak pasiennya mengalami kesulitan ekonomi. Jangankan membayar biaya perawatan luka rutinnya, mereka dalam kondisi yang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya mengalami kesulitan.

Pasien pertama Adit di tahun 2013, hanya mampu membayar biaya perawatan sebesar 50 ribu rupiah. Sangat jauh dari perkiraan Adit sebelumnya.

Pasien-pasien yang sebagian besar lanjut usia atau penanggungan nafkah keluarga itu berada pada tingkat pasrah karena tidak tahu harus bagaimana dan dengan biaya apa mereka berobat. Ungkapan "hidup segan mati pun tak mau" sepertinya cocok untuk menggambarkan perasaan mereka.

Lain halnya dengan Adit. Mimpi meraup penghasilan jutaan dari penderita luka diabetes mendadak menguap manakala melihat realita di hadapannya. Dia yang paham betul konsekuensi membiarkan penderita luka ini, tanpa perlu berpikir terlalu panjang, segera banting setir mendedikasikan diri merawat pasien tersebut.

"Saat pasien saya, yang waktu saya rawat pertama itu sembuh, nah di sini tu ternyata saya mendapatkan kepuasan. Ternyata menjadi tenaga kesehatan puasnya tu tidak hanya saat dibayar. Tetapi bagaimana kita merasakan, mendengarkan ucapan terima kasih dari pasien saya" Adit menceritakan alasannya mengapa berani mengambil keputusan untuk menjadi perawat sosial, mengikuti panggilan jiwanya.  

Barangkali terlalu terburu-buru mengambil keputusan itu. Karena merawat luka diabetes tidak hanya membutuhkan obat dan keterampilan, namun juga membutuhkan dedikasi yang besar. Merawat setengah jalan atau menghentikan perawatan saat luka masih basah sama dengan membiarkan pasiennya menghadapi kematian dengan lebih cepat. 

Aktivitas sosial ykks
Merawat luka pasien diabetes

Meski dilema moral sempat melanda, tentang bagaimana harus membiayai semua operasional dari keputusannya, akhirnya rasa kemanusiaan Adit menjadi pemenangnya. Di titik itu Adit telah menyadari bahwa merawat penderita luka diabetes adalah panggilan hidupnya. Dan dia tidak menyangka bahwa langkah yang cepat dan berani itu akan membawa jalan yang lebih besar dan berdampak.

Kisah pasien yang tidak dibayar sama sekali mewarnai perjalanan panjang Adit. Salah seorang pasiennya adalah bapak-bapak paruh baya yang dulunya seorang kontraktor. Setiap selesai perawatan, si Bapak meminta nota pembayaran ke Adit dan diletakkan di bawah bantalnya. Bapak tersebut berkata bahwa anaknya yang bekerja di Denpasar akan membayar semuanya.

Selang beberapa waktu, istri Bapak tersebut berkata kalau anaknya di Denpasar sudah tidak bekerja, jadi tidak bisa membayar Adit. Tidak punya pilihan lain, Adit tetap melanjutkan perawatan luka hingga sembuh selama 4 bulan.
"Luka diabetes tu, bagi pasien saya dekat sekali dengan kematian.Tidak hitungan minggu, hitungan hari itu tidak rawat, infeksi. Infeksinya menyebar, namanya Sepsis seluruh tubuh, mati pasien"  Adit menjelaskan mengapa merawat luka pasien diabetes itu harus tuntas.
Luka bapak ini cukup parah. Tendon persendian kakinya terbuka menganga dan sudah tidak berfungsi, hingga antara kaki dan telapaknya nyaris putus. Adit menyarankan untuk amputasi, tapi bapak ini menolaknya Adit pun merawat luka yang sangat mengkhawatirkan itu dengan hati-hati hingga sembuh. Adit juga mengusahakan kaki penyangga agar bisa berjalan lagi. Semuanya tanpa biaya.

Satu tahun berlalu. Adit bertemu bapak itu lagi tapi nyaris tidak bisa mengenalinya. Beliau terlihat sehat dan lebih berisi badannya. Dulu bapak itu kurus karena penyakitnya. Beliau saat itu sedang berjualan. Bapak itu memeluknya dan mengucapkan banyak terima kasih. Berkat bantuan Adit, dia sekarang bisa bekerja lagi dan memenuhi kebutuhan keluarganya.

Kebahagiaan membuncah dari hati perawat berusia 34 tahun itu. Meski bapak itu tidak menyelesaikan hutang nota-nota perawatan yang disimpannya di bawah bantal, namun renyahnya cerita tentang kehidupannya kini membuat jiwanya merasa puas dan ikhlas.

Semangat dan ketulusan Adit menyalakan api kepedulian dari berbagai pihak, pemerintah, swasta, dan masyarakat luas. Bahkan perjuangannya yang sempat mengalami berbagai kendala dan tantangan, tidak hanya membawa dampak bagi kesehatan masyarakat, namun juga bagi sisi lingkungan dan kesejahteraan.

Mencari Solusi Pengobatan Tanpa Tarif

Setelah mengambil keputusan yang cepat dan tanpa berpikir panjang, Adit menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan. Hal ini terutama berkaitan dengan biaya operasional pengobatan pasien-pasiennya. Dari mana dia akan mendapatkan dana untuk biaya perawatan mereka?

Pasien yang datang untuk perawatan luka diabetes ke klinik Adit, hanya membayar biaya perawatan luka saja secara rutin. Mengenai biaya berobat untuk mengontrol penyakit diabetes dan gula darahnya sendiri, mereka harus berobat sendiri ke fasilitas kesehatan lain seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik, atau praktik dokter.

Jadi, biaya pengobatan dan perawatan kesehatan bagi penderita diabetes, terutama yang mengalami luka cukup besar. Lebih parah lagi apabila selain paisennya berlatar belakang kurang mampu, tidak produktif, bahkan tidak lagi memiliki pekerjaan, maka beban pasiennya semakin berat.

Semakin lama, beban keuangan keluarga dan perasaan tidak berguna atau menyusahkan keluarga yang merepotkan akan berpengaruh pada psikologis pasien. Adit memiliki empati besar terhadap pasien-pasiennya. Oleh karena itu, dia mengambil tanggung jawab membantu dan mencari jalan keluar dalam hal pembiayaan.

Beruntung, Adit yang memiliki istri seorang perawat, ikut mendukung program membantu pasien luka diabetes di daerahnya. Bersama istrinya, pada tahun 2013, Adit membuka sebuah klinik perawatan luka diabetes bernama "Ganesha Care".

Di klinik tersebut, selain membantu pengobatan pasien diabetes, Adit dan istri juga memberikan edukasi tentang pencegahan dan deteksi dini diabetes. Dan yang juga menjadi bagian penting, mereka selalu memberikan motivasi dan dukungan psikologis untuk semua pasiennya.
Ganesha care buleleng bali
Ganesha Care di Buleleng, Bali



Berikut ini beberapa langkah yang Adit lakukan untuk membantu pasien luka diabetes di kliniknya:

Subsidi Silang

Subsidi silang merupakan hal pertama yang Adit terapkan untuk mengatasi biaya perawatan pasien-pasiennya. Dalam hal pembayaran di kliniknya, Adit menetapkan prinsip: "Pasien mampu wajib membantu dirinya sendiri Pasien tidak mampu, kita semua wajib membantu dia"

Dengan prinsip dan aturan ini, untuk pasien yang mampu tetap harus mengeluarkan biaya perawatan yang sesuai. Sedangkan untuk pasien yang tidak mampu, bisa membayar seikhlasnya atau bahkan gratis.

Dengan sistem ini, tetap ada pemasukan untuk membiayai kliniknya. Dana dari pasien yang mampu digunakan sebagai subsidi untuk menopang biaya pasien yang tidak mampu.

Pengobatan Herbal

Untuk membasuh luka diabetes, biasanya menggunakan cairan infus, NaCl 0,9% atau Saline. Adit sempat mengalami dilema dan cukup berhati-hati saat menggunakan cairan ini untuk membersihkan luka pasiennya. Adit sangat perhitungan saat menuangkan cairan agar lebih hemat.

Apabila menggunakan cairan yang sedikit, tentu bisa menekan biaya untuk membeli cairan infus ini, pikirnya. Namun bila luka pasien besar, Adit dilema lagi karena kalau menggunakan cairan sedikit, maka pembersihan luka jadi tidak maksimal.

Hitung-hitungan biaya cairan pembersih luka membawa Adit pada inovasi untuk membuat sendiri cairan luka dengan bahan herbal. Dengan pengalamannya melakukan penelitian saat kuliah, Adit berhasil mengganti cairan infus sebagai pembersih luka dengan cairan produksi sendiri. 

Dalam penelitian saat masih menjadi mahasiswa, Adit meneliti tentang pengaruh ekstrak daun jambu biji terhadap aktivitas bakteri Staphylococcus Aureus yang sering ada pada luka. Hasilnya, daun jambu biji bisa menghambat aktivitas bakteri tersebut sehingga bisa membersihkan luka.

Adit dan istrinya kemudian menanam tanaman-tanaman herbal di pekarangan rumah mereka yang juga berkhasiat untuk merawat luka. Ramuan pencuci luka yang Adit gunakan adalah cairan rebusan kombinasi dari daun jambu biji, daun sirih, daun beluntas, dan daun sambiroto.

Selain itu, Adit juga membuat salep untuk merawat luka. Salep ini merupakan kombinasi dari ekstrak kunyit dan lidah buaya.

Dengan 2 formula herbal untuk merawat luka luar ini, biaya operasional klinik Adit dari segi obat-obatan bisa lebih hemat.

Saat Amputasi Menjadi Harga Mati

Selain masalah perekonomian pasiennya, Adit harus berhadapan dengan masalah komplikasi luka diabetes yang menyebabkan sepsis atau penyebaran infeksi lebih luas. Kondisi ini mengharuskan pasien untuk menjalani amputasi. 

Cacat fisik karena amputasi luka diabetes merupakan penyebab terbanyak selain karena kecelakaan. Dan 15-20% pasien Adit merupakan yang harus mengalami amputasi ini. 

Keputusan harus amputasi merupakan hal yang berat bagi dokter yang merawatnya dan terutama bagi pasien juga keluarga. Saat dokter memberi titah segera amputasi, maka itu adalah harga mati. Opsi buruk dari yang paling buruk, yaitu ancaman kematian di depan mata.

Sementara itu, pasien biasanya masih berada pada taraf berpikir sayang dengan kakinya, pekerjaan, masa depannya, belum sampai tahap berpikir ini situasi kritis yang harus memikirkan nyawanya yang sudah di ujung tanduk.

Adit mengisahkan menghadapi pasiennya yang bolak-balik ke Rumah sakit dan menanyakan nasehat dirinya apakah benar harus diamputasi. Karena kondisi lukanya sangat parah, Adit yang juga sependapat dengan dokternya menyemangati pasien yang masih ragu ini.

Karena stres berat, pasien tersebut sempat drop kondisinya saat sudah akan menghadapi operasi amputasi. Akhirnya dokter membatalkan operasi tersebut. 

Demi membesarkan hati pasiennya, Adit mendorong pasien ini untuk segera diamputasi dan berjanji akan memberikan kaki palsu gratis. Tidak disangka, pasien ini begitu bersemangat segera diamputasi. Operasi berjalan lancar dengan kondisi fisik yang benar-benar siap. Dan setelah selesai operasi pasien ini langsung menagih kaki palsu kepada Adit.

"Menurut mereka ya, kaki palsu bagi orang yang teramputasi jauh lebih mewah dari apa pun. Mendengar kata akan diberi kaki palsu saja, itu seperti mendengar akan mendapat uang milyaran rupiah, suatu kebahagian yang luar biasa. Apalagi sampai kita bisa membuatkan kaki palsu dan membuatnya bisa berjalan. Saya rasa itu lebih dari apa pun"  Adit mengisahkan pengalamannya mendengar respon pasiennya yang akan ditolong mendapatkan kaki palsu.

Orang baik dengan perjuangan mulia akan dipertemukan dengan orang-orang baik pula. Adit bertemu dengan sahabatnya Pande Made Beni Ariyadi, yang berprofesi sebagai pembuat kaki prostetik. Dengan visi misi meringankan beban pasien diabetes yang mengalami amputasi kaki, keduanya berkolaborasi dalam kemanusiaan.

Beni merupakan seorang yang berpengalaman puluhan tahun membuat kaki prostetik. Beni belajar sendiri membuat kaki palsu dari ayahnya. 
"Beni belajar dari Adit bahwa dengan tanggung jawab, komitmen, dedikasi, cinta kasih semua bisa berjalan"
Untuk mewujudkan programnya membantu lebih banyak penyandang disabilitas, terutama yang tidak memiliki kaki, Adit dan Beni kemudian membuat yayasan yang bergerak dalam pembuatan kaki palsu. Yayasan sosial yang berdiri pada tanggal 31 Oktober tahun 2019 tersebut bernama Yayasan Kaki Kita Sukasada (YKKS). Sukasade merupakan nama kecamatan di mana Adit tinggal.

YKKS memiliki tiga program yaitu Perawatan Sosial untuk pasien luka diabetes, Pembuatan Kaki Palsu, dan Pemberdayaan Disabilitas yang berusia produktif dengan mempekerjakan mereka untuk membuat kaki palsu dari hasil daur ulang sampah plastik.

Kaki palsu YKKS
Mendampingi pasien menggunakan kaki palsu barunya


 

Seiring berkembangnya YKKS, huruf S di belakang berganti kata, dari Sukasada menjadi Senusantara. Ini berarti YKKS melebarkan langkahnya untuk membantu lebih banyak pasien penyandang disabilitas hingga seluruh Indonesia.

Latar belakang perubahan ini adalah karena semakin banyak pasien penyandang disabilitas yang tidak hanya dari daerah Buleleng meminta bantuan kaki palsu. Ada yang dari Medan, Madura, dan Sumba. Masalahnya, jarak menuju YKKS di Buleleng dengan pasien sangat jauh sehingga perkiraan biaya transportasi dan biaya selama perawatan jauh lebih besar daripada biaya kaki palsu itu sendiri.

Permasalan ini juga yang akhirnya memberi inisiatif baru bagi Adit untuk memberikan pelatihan bagi siapa saja yang ingin bisa membuat kaki palsu dan bercita-cita membantu orang lain di daerahnya masing-masing. Semakin banyak orang yang peduli dan mempunyai keahlian membuat kaki palsu, maka penanganan pasien disabilitas akan semakin merata.

Menurut data YKKS, sudah ada lebih dari 1000 pasien luka diabetes yang mendapatkan bantuan perawatan. 30-40% adalah pasien sosial. Dari jumlah itu, sejak tahun 2019 ada 28 orang sudah mendapatkan bantuan kaki palsu.

Perjuangan Adit yang semula hanya merawat luka pasien diabetes, kini terus membantu pasien yang kehilangan kakinya untuk menapakkan kembali langkahnya dan melanjutkan hidupnya dengan harapan baru.

Donasi

Mendapatkan donasi dari para dermawan untuk para difabel tuna daksa yang tidak mampu merupakan tekad kuat Adit. Namun ternyata hal itu tidak mudah. Apalagi mengingat lokasi Adit berada di daerah Bali Utara yang bukan kota besar seperti Denpasar atau Bali Selatan.

Meskipun ada media sosial, namun rupanya program ini tidak serta merta mendapatkan respon yang bombastis. Namun Adit pantang menyerah. Seiring berjalannya waktu, masyarakat semakin mengenal YKKS dan kegiatannya. Begitu pun pemerintah daerah sudah memberikan dukungan.

Beberapa BUMN seperti PLN dan Pelindo, pihak swasta seperti The Body shop, WeCare telah bekerja sama dan menyalurkan dana CSR nya ke YKKS. Adit juga bertemu dengan salah satu pemilik Rumah Sakit yang memberikan dukungan pada yayasannya.

Semoga di masa depan, kepedulian masyarakat dan berbagai pihak semakin besar untuk bekerja sama membantu YKKS.

Dari Peduli Kesehatan, Hingga ke Lingkungan dan Ekonomi

Bersama YKKS, langkah Adit untuk membantu pasien luka diabetes dan penderita difabel lain non diabetes semakin terasa dampaknya bagi masyarakat. Namun ternyata semuanya tidak selalu berjalan mulus. Ada tantangan dan hambatan yang harus mereka hadapi,

Pada tahun 2020, baru 6 bulan YKKS berjalan, pandemi covid melanda, dana donasi yang YKKS dapatkan menurun drastis. Kondisi ekonomi masyarakat secara umum yang tiba-tiba anjlok menjadikan hal itu sebagai penyebab yang dimaklumi.

Dengan dana yang semakin tipis, membuat Adit nyaris kehilangan harapan untuk membantu para pasien difabel. Biaya membuat kaki palsu yang bisa mencapai 10 juta bahkan lebih sulit diwujudkan. Namun pepatah "di mana ada kesulitan, di situ ada jalan" sesuai dengan situasi YKKS.

Inovasi Kaki Palsu dari Limbah Plastik

Ide segar itu mengalir dari teman-temannya para pegiat lingkungan. Mereka mengusulkan untuk membuat kaki palsu dari bahan plastik daur ulang. Awalnya hal tersebut tentu membuat dilema. Masa iya akan membuat kaki yang menyatu dengan tubuh dengan bahan limbah plastik?

Pada bulan Maret 2020, YKKS melakukan riset pembuatan kaki palsu dari limbah plastik. Riset tersebut menghasilkan kaki palsu yang memenuhi kriteria YKKS, yaitu nyaman, aman murah, dan inovatif.

Pemakai pertama kaki palsu inovatif ini adalah seorang remaja berusia 19 tahun dari pulau Kangean Madura. Pemuda ini menjalani amputasi kaki karena luka akibat gigitan ular.

Plastik yang digunakan untuk membuat kaki palsu adalah jenis Polyethilena (PP). Bahan ini dipilih karena awet, ringan, dan elastis, mirip fiber dan risin sebagai bahan yang lumrah dipakai sebagai bahan kaki prostetik.PP biasa didapat dari jerigen atau botol kemasan oli. Adapun bagian penyambung antara kaki palsu dengan kaki pasien menggunakan bahan dari kulit agar lebih nyaman digunakan.

Kaki ini bisa bertahan hingga 13 tahun. Kecuali bagian bawah (telapak) kaki, bisa diganti jika rusak. 
Temuan ini menjadi tonggak sejarah YKKS membuat inovasi dalam pembuatan kaki prostetik dari bahan yang mendukung kelestarian lingkungan.

Kendala YKKS saat ini dalam produksi kaki palsu dari bahan limbah plastik adalah masih sulit membuat kaki palsu untuk bagian lutut ke atas. YKKS menyadari keterbatasannya dalam hal peralatan dan teknologi serta masih perlu riset untuk bisa membuat kaki palsu bagian atas lutut dan persendian.

Karfa, Unit Usaha Untuk Kesejahteraan Kaum Difabel

Memiliki Unit usaha baru yang membantu kesejahteraan hidup kaum difabel mungkin tidak pernah ada di benak Adit sebelumnya. Hal-hal baik pantas mengiringi langkah kaki para pahlawan kebaikan yang kuat memegang prinsip dan amanah.

Ketika mulai bersentuhan dan terlanjur basah dengan dunia limbah plastik, ada peluang lain yang mendekat. Media sosial berperan mendatangkan peluang itu.

Saat itu YKKS memposting seorang penyandang disabilitas yang baru saja mendapatkan kaki palsu dari bahan limbah plastik. Selain menunjukkan kaki palsu itu, tim YKKS juga menunjukkan hasil karya limbah plastik lain berupa lempengan meja dari plastik limbah.

Tidak taunya, apresiasi masyarakat sangat besar terhadap karya meja plastik tersebut dan pesanan mulai berdatangan. Dari sini, YKKS berinisiatif untuk mengembangkan usaha kerajinan berbahan limbah plastik. Menariknya, tak jauh dari misi sebelumnya yaitu membantu penyandang disabilitas, YKKS menggandeng teman-teman difabel sebagai bagian utama perajin atau karyawan di Unit ini.

Singkat cerita, lahirlah PT. Mulia Karfa Indonesia, perusahaan yang bergerak membuat barang dari limbah plastik. Karfa sendiri merupakan singkatan dari Karya Difabel. Saat ini Karfa sudah menghasilkan berbagai produk seperti barang seni, perhiasan, dan terutama furnitur, Di rumah produksi Karfa yang sederhana inilah, menjadi tempat hidup dan mencari nafkah para penderita disabilitas.

Hasil karya disabilitas
Produk karya Karfa

Karfa memproduksi berbagai jenis furnitur dan barang fungsional seperti meja, kursi, pegangan pintu, standing laptop sisir, coaster, asbak, dan lainnya. Ada juga papan plastik setengah jadi yang laris dibeli konsumen dari Bali dan luar Bali, bahkan hingga ke negara Singapura dan Amerika. Bisnis perhotelan dan restoran yang berkonsep ramah lingkungan menjadi target utama Karfa.

Pekerja Karfa 80% adalah kaum difabel. Memang tidak mudah menggerakkan usaha dengan tenaga kerja seperti itu. Bukan saja keterampilan berkarya yang harus mereka miliki, tetapi juga kemampuan komunikasi dan pemasaran sehingga perusahaan dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, dedikasi Karfa patut diacungi jempol,. Merekrut karyawan difabel berarti harus siap melatih mereka dengan kesabaran, ketelatenan, dan profesionalisme.

Gede Sudiarsa merupakan salah satu karyawan Karfa. Penyandang disabilitas karena penyakit polio sejak kecil ini senang bisa bekerja di Karfa. Di Karfa, Gede bisa bekerja dengan nyaman tanpa mendapat diskriminasi atau dipandang sebelah mata. Pekerjaannya pun mudah dilakukan dan tidak menguras tenaga.

Peran Karfa Untuk Lingkungan

Sejak Karfa berdiri dan aktif berkarya, sudah lebih dari 80 ton limbah plastik dimanfaatkan untuk berbagai produknya. Perkiraan untuk satu meja memerlukan 10-20 kilogram limbah plastik. Tiap hari Karfa bisa mengolah 200-500 kg limbah plastik.

Hal ini tentu memberikan sumbangsih besar dalam bidang lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah plastik. Membuat sampah berguna lagi, menambah umur sampah dan menahannya agar tidak segera dikembalikan ke tempat pembuangan akhir, merupakan hal yang berarti bagi lingkungan.

Dari dan Untuk Disabilitas

YKKS dan Karfa merupakan usaha dari dan untuk kaum disabilitas. Yang menggerakkan mayoritas mereka dan hasilnya juga untuk kesejahteraan mereka.

Hal yang menarik dan mengharukan adalah ketika seorang pasien pasca amputasi yang menjalani tahapan mendapatkan kaki palsunya. Memberikan kaki palsu tidak sama seperti memberikan sepatu baru. Memberi kaki palsu berarti membantu pasien yakin dan percaya diri dengan keputusannya. Dan ini butuh proses.

Mulai dari pengukuran kaki dan kesesuaian dengan bentuk tubuh hingga latihan nyaman untuk berjalan, membutuhka waktu 3 hari. Proses ini akan berlangsung hingga penerima kaki baru merasa menyatu dan nyaman dengan organ tambahan barunya itu.

Ketika setiap tahapan tersebut melibatkan pembuat kaki palsu dan pendamping yang sama-sama penyandang disabilitas, maka hal itu memberikan arti lebih bagi pasien baru. 
Dukungan untuk bangkit dan empati lebih terasa karena dibantu oleh yang senasib di dalamnya. Ini akan membuatnya lebih bisa menerima takdir barunya dan siap mandiri karena melihat sosok yang sama kondisinya secara langsung.

Apresiasi Untuk Dedikasi Sepenuh Hati

Gaung ketulusan, kebaikan, dan keberanian itu akhirnya sampai pada para pendukung nilai-nilai mulia. Gerak langkah Adit, YKKS, dan Karfa yang memberikan arti besar bagi kehidupan masyarakat membuatnya mendapat apresiasi positif dari berbagai pihak,

Salah satu yang mendukung dan memberi apresiasi kepada Adit adalah PT. Astra Internasional, Tbk. Melalui program Astra SATU (Semangat Astra Terpadu Untuk) Indonesia Award, I Made Aditiasthana terpilih menjadi salah satu penerima penghargaan ini pada tahun 2024 untuk kategori kesehatan di tingkat provinsi Bali.

SATU Indonesia Award merupakan program dari PT Astra International Tbk untuk menghargai individu yang berkontribusi positif di bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi demi pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Dengan berlandaskan semangat Sumpah Pemuda, ASTRA mendorong generasi muda agar terus berkarya dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Tidak berhenti sampai pemberian penghargaan, Astra mengajak kerja sama Karfa untuk pengelolaan limbah plastik, khususnya untuk dealer Astra di Bali. Kerja sama ini berlaku sejak bulan Juli 2025, tepatnya saat peringatan HUT Astra ke-55 di Bali.

Astra pedili lkngkungan
Kerja sama Astraa Motor Bali dengan Karfa 

Astra Motor Bali berkomitmen menyalurkan limbah botol plastiknya ke Karfa. Astra juga akan membeli barang produksi Karfa yang bermanfaat untuk keperluan internal Astra Bali. 

Chief Executive Astra Motor, Robien Tony menyampaikan bahwa program ini merupakan wujud nyata kontribusi Astra Motor dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) serta mewujudkan nilai-nilai yang berkelanjutan.

Berjuang dan Terus Melangkah Untuk Harapan

Ada berapa banyak insan di Indonesia yang memperjuangkan kehidupan penderita disabilitas? Mungkin bisa dihitung dengan jari. Apa yang selama ini Adit perjuangkan tidak ingin hanya menjadi jalan dan pilihan hidupnya sendiri. Kisahnya yang inspiratif semoga menggugah warga lain yang mempunyai kemampuan untuk meretas jalan perjuangan membantu sesama.

Diabetes merupakan penyakit paling mematikan no 3 di Indonesia setelah hipertensi dan stroke. Pasien diabetes di masa depan akan terus bertambah. Tahun 2020, menurut data Kementrian Kesehatan, jumlah penderita diabetes di kota kecil Adit, Buleleng berjumlah lebih dari 6000. Pengalaman lapangan Adit menangani seorang ibu, punya 5 anak, 4 diantaranya memiliki risiko diabetes karena memiliki kadar gula darah tinggi. Diabetes sebagai penyakit sindrom metabolik akan semakin meningkat seiring gaya hidup masyarakat yang tidak sehat. Dunia masih memerlukan peran para sukarelawan untuk membantu pemerintah merawat dan mengedukasi tentang bahaya penyakit ini.

Dari jalan panjang perjuangannya itu, Adit memiliki beberapa harapan yang ingin disampaikan dan diwariskan kepada masyarakat. 
"Sejatinya membantu penderita disabilitas adalah dengan membantu untuk bisa mandiri membantu hidupnya sendiri. Hal ini lebih baik daripada sekedar memberikan sembako secara rutin. Bukan saja kebutuhan badannya saja yang perlu diperhatikan, tapi juga kebutuhan psikologis dan harga diri mereka"
Untuk Yayasan Kaki Kita Senusantara, Adit berharap suatu saat YKKS bisa bekerja sama dengan dokter bedah untuk bisa lebih membantu pasien. Harapan lain untuk YKKS adalah bisa terus bertahan dengan prinsip yang sudah dijalani sebelumnya.
 "Kami dalam yayasan kami yang berisi orang-orang difabel ini, bisa terjalin ikatan kekeluargaan. Karena dengan merasa satu keluarga, doa kami akan sama" Pungkasnya menyampaikan harapan. 
Langkah kebaikan yang telah Adit mulai saat ini telah menjadi langkah besar yang mendapatkan dukungan berbagai lapisan masyarakat karena besarnya dampak positif yang diberikan. Inspirasi yang lahir dari rasa kemanusian dan kepedulian akan tumbuh dan mempengaruhi jiwa-jiwa orang lain.

Dari I Made Aditiasthana kita belajar, bahwa panggilan hati yang mulia untuk berbuat kebaikan kepada sesama tidak perlu menunggu  memiliki kemampuan yang cukup besar. Berbekal niat, komitmen, kesungguhan, dan kepedulian yang tulus, jalan kemudahan akan datang dengan cara yang indah. Tak perlu rasa takut untuk memulai. Jangan jadikan keterbatasan sebagai penghalang, itu hanyalah ujian. Karena akan selalu ada petunjuk dan pertolongan dari arah yang tidak terduga, membuka jalan kebaikan lain yang lebih luas.

#APA2025-BLOGSPEDIA


Sumber:

Instagram Yayasan Kaki Kita Senusantara https://www.instagram.com/yayasankakikita?igsh=MTQ2dzl2MmgyOTVpeA==

Instagram Karfa Indonesia https://www.instagram.com/karfaindonesia?igsh=aHoxc2JlanpzOGNp

https://www.astra.co.id/satu-indonesia-awards

https://kabaroto.id/astra-motor-gandeng-karfa-kelola-sampah-botol-plastik-wujudkan-lingkungan-inklusif-dan-berkelanjutan/

https://wocare.id/detail_konten.php?id=59

Woocare Vlog https://youtu.be/IaHS3oR3Lig?si=3AvNLb1EwZZ7tFhQ

Youtube CNN https://youtu.be/DnPawW7AdKY?si=Ti_h--ClpeP6Djw7

Youtube Liputan6 https://youtu.be/CaIZ5G9WjX0?si=bda6Q7Nhh8x-6WYc

Youtube Program Bali TV https://youtu.be/Pr89N_CNc-w?si=1cL5dIQN25dee3hU





‹ OlderNewest ✓

Post a Comment

Ingin memberi tanggapan atau saran? Silahkan drop di comment box. Terima kasih!
Arsip